Text
PEMBATASAN SELISIH SUARA DALAM PERMOHONAN PEMBATALAN PENETAPAN HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH
Sarana penyelesaian sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi tentu dimanfaatkan calon kepala daerah yang dirugikan guna memperjuangkan haknya yang telah dirampas akibat dari kecurangan peyelenggaran pemilihan kepala daerah. Namun dalam penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU No.10 Tahun 2016 menimbulkan kontroversi karena terdapat syarat ambang batas yang harus dipenuhi agar gugatan mengenai perselisahan hasil pemilihan kepala daerah dapat diproses oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota secara jelas mengatur mengenai ambang batas selisih suara yaitu 0,5%-2% (nol koma lima persen sampai dua persen. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah dasar pertimbangan pembentukan pengaturan ambang batas pilkada dilihat dari aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis serta implikasi dari pembatasan selisih suara dalam permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota terhadap akses untuk mendapat keadilan.
Kata Kunci: Pembatasan Selisih Suara, Pemilihan Kepala Daerah, Hak Konstitusional, Calon Kepala Daerah, Akses Mendapat Keadilan
No copy data
No other version available